Blitar Wisata Sejarah

Blitar Wisata Sejarah

Makam dan Museum Bung Karno

Presiden pertama Indonesia Soekarno yang meninggal pada 21 Juni 1970 disemayamkan di Blitar. Makam Bung Karno kerap didatangi para peziarah dari berbagai kalangan, termasuk politik yang akan berkontetasi. Kompleks makam Bung Karno berada di area seluas 1,8 hektare dan terbagi menjadi tiga halaman: halaman, teras dan pendopo. Makam Bung Karno berada di bangunan utama yaitu Cungkup Astono Mulyo.

Selain makam, di sini juga didirikan Museum Bung Karno yang berisi berbagai peninggalan Sang Proklamator seperti pakaian, peci dan kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya, keris, foto Sang Fajar. Di area ini juga terdapat perpustakaan proklamator Bung Karno yang berisi buku bacaan. Ini sesuai dengan hobi Bung Karno yakni membaca. Harga tiket masuk kompleks makam Bung Karno hanya Rp3.000 per orang.

Lokasi: Jl. Ir. Soekarno No.152, Bendogerit, Kec. Sananwetan, Kota BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 07.00-18.00 WIB

Baca Juga: 6 Rekomendasi Hotel Dekat Alun-Alun Blitar

Situs Umpak Balekambang

Situs Umpak Balekambang berada di Desa Penataran, Kec. Nglegok, Kabupaten Blitar. Berdasarkan sejarah, dulunya Situs Umpak Balekambang merupakan tempat bersemedi para raja dari kerajaan Kediri hingga Majapahit. Situs ini terdiri dari umpak batu berjumlah 36 buah. Kuat dugaan dulunya situs ini merupakan sebuah balai/ pendopo.

Batu-batu berjajar pada gundukan tanah yang lebih tinggi dengan orientasi ke arah utara. Lokasi Umpak Balekambang sering digunakan sebagai titik pemberangkatan Kirab Tumpeng Nusantara menuju Candi Penataran.

Fungsi Candi Penataran

Menurut naskah Bhujangga Manik, Rabut Palah atau kompleks Panataran adalah tempat yang ramai dikunjungi setiap hari untuk melakukan puja dan belajar agama. Bhujanga Manik, seorang bangsawan Sunda, bahkan menetap di sana untuk mempelajari kitab-kitab agama dan hukum.

Sumber lain, Kakawin Parthayajna, menggambarkan tempat suci mirip Candi Penataran sebagai pertapaan berbentuk Meru. Kedua sumber tersebut menunjukkan bahwa Rabut Palah bukan hanya tempat suci, tetapi juga pusat pendidikan agama (mandala) yang dipimpin Siddharsi atau Dewaguru, yang berkembang di Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Fungsi Candi Penataran tak hanya sebagai puja dan belajar keagamaan, namun juga memiliki fungsi sebagai candi kerajaan untuk menghias kaki candi induk Penataran.

Dilansir dari jurnal berjudul Candi Penataran: Candi Kerajaan Masa Majapahit yang ditulis Hariani Santiko, Penataran tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada dewa Siwa dan pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai candi kerajaan (state temple) Majapahit. Pembangunannya dilakukan secara bertahap mulai dari masa Raja Jayanagara hingga Ratu Suhita.

Salah satu bukti Candi Penataran berfungsi sebagai candi kerajaan adalah pemilihan dua relief tentang Wisnu, yaitu dari Kakawin Ramayana dan Kresnayana, yang menghiasi kaki candi induk Penataran. Meskipun Waisnawa bukan agama yang dominan di Jawa, banyak raja, sejak era Mataram Hindu di Jawa Tengah, yang memilih Wisnu sebagai Istadewata atau dewa pelindung mereka.

Candi Penataran yang dulunya disebut dengan Rabut Palah, adalah peninggalan Majapahit yang sangat unik dan istimewa. Tidak hanya itu, candinya masih terlihat indah dan candi ini memiliki fungsi candi, seperti candi kerajaan yang dikunjungi banyak orang untuk memuja Paramasiwa.

Candi Penataran merupakan contoh nyata dari warisan budaya Indonesia yang kaya dan beragam. Relief yang menghiasi dinding candi menggambarkan berbagai cerita dari kitab suci Hindu, seperti Ramayana dan Krenayana. Detail-detail artistik ini tidak hanya menunjukkan keterampilan tinggi para seniman pada masa itu, tetapi juga memberikan wawasan tentang kepercayaan dan praktik budaya masyarakat.

Sebagai salah satu situs warisan dunia, Candi Penataran diakui UNESCO sebagai bagian dari sejarah peradaban Asia Tenggara. Hal ini menegaskan pentingnya pelestarian situs ini, baik sebagai sumber pengetahuan sejarah maupun sebagai objek wisata budaya. Upaya perlindungan dan pemeliharaan terus dilakukan pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan keindahan dan keaslian candi tetap terjaga.

Candi Penataran menjadi salah satu destinasi wisata utama di Blitar. Dengan arsitektur yang megah dan suasana yang tenang, tempat ini menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan. Pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang indah di sekitar candi, serta mempelajari lebih lanjut tentang sejarah dan budaya yang terkandung di dalamnya.

Berbagai kegiatan edukasi dan festival budaya juga sering diselenggarakan untuk memperkenalkan warisan budaya kepada generasi muda. Candi Penataran bukan hanya sekadar bangunan bersejarah, ia adalah simbol kekuatan dan kejayaan masa lalu yang harus dijaga dan dilestarikan. Dengan segala nilai sejarah, budaya, dan estetika yang dimilikinya, Candi Penataran merupakan salah satu harta karun Indonesia yang patut dibanggakan dan dikenalkan kepada dunia.

Artikel ini ditulis oleh Sri Rahayu, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Istana Gebang merupakan kediaman masa kecil Bung Karno. Di tempat ini Bung Karno menghabiskan masa kanak-kanaknya.

Kini rumah masa kecil Bung Karno dikelola pemerintah menjadi kompleks bangunan bernilai sejarah. Di depan istana, terdapat patung Bung Karno berwarna putih. Bangunan yang masih mempertahankan arsitektur aslinya ini menjadi destinasi untuk melengkapi wisata sejarah di Blitar.

Di dalam rumah ini, pengunjung dapat melihat berbagai macam barang peninggalan Ir. Soekarno. Mulai dari perabotan rumah, tempat tidur, kursi dan juga benda-benda kuno lain seperti mesin ketik, radio dan telepon rumah. Istana Gebang juga berada di Jl. Sultan Agung No.59, Sananwetan, Kec. Sananwetan, Kota Blitar.

Tempat wisata di Blitar yang paling populer adalah Makam Bung Karno. Kota Blitar dikenal tempat dimakamkannya presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Makam Soekarno terletak di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanawetan Kota Blitar. Kompleks makam seluas lebih dari 1,8 hektare ini menjadi destinasi wisata sejarah bagi masyarakat.

Di sini pengunjung bisa beziarah langsung ke makam preside RI pertama, Soekarno. Tak cuma berziarah, di kompleks pemakaman ini juga berdiri museum dan perpustakaan. Museum ini berisi koleksi baju, potret bung Karno dari masa kecil hingga tua, dan lukisan Bung Karno yang konon yang bisa berdetak sendiri laiknya jantung manusia.

Istana Gebang merupakan kediaman masa kecil Bung Karno. Di tempat ini Bung Karno menghabiskan masa kanak-kanaknya. Kini rumah masa kecil Bung Karno dikelola pemerintah menjadi kompleks bangunan bernilai sejarah. Di depan istana, terdapat patung Bung Karno berwarna putih. Bangunan yang masih mempertahankan arsitektur aslinya ini menjadi destinasi untuk melengkapi wisata sejarah di Blitar.

Daftar wisata sejarah di Blitar ini memuat daftar situs sejarah masa klasik hingga sejarah nasional Indonesia yang ada di Blitar. Daftar disusun menurun sesuai abjad dengan keterangan singkat mengenai lokasinya. Ulasan masing-masing objek dapat dibaca dengan mengclick pada setiap judul yang kalian pilih.

error: Content is protected !!

Kota Blitar, Jawa Timur menyimpan banyak momen serta lokasi bersejarah Tanah Air, mulai era masa kerajaan hingga kemerdekaan Indonesia. Berbagai peninggalan serta situs sejarah dari masa ke masa yang menjadi saksi berdirinya Tanah Air masih dapat disaksikan di sini. Sehingga tak heran bila daerah berjuluk Kota Patria ini sering didatangi wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri.

Mengunjungi peninggalan atau tempat bersejarah juga dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk mencintai Tanah Air. Berwisata ke tempat dengan nilai histori tinggi dapat menumbuhkan rasa cinta Tanah Air. Ada banyak destinasi wisata sejarah yang terbuka untuk dikunjungi wisatawan. Apa saja destinasi wisata sejarah yang ada di Blitar? Berikut ini beberapa di antaranya.

Istana Gebang Blitar

Istana Gebang Blitar adalah rumah masa remaja Bung Karno yang kini menjadi museum. Soekemi Soestrodiharjo ayah Bung Karno berpindah tugas dari Mojokerto ke Blitar membawa serta keluarganya menempati rumah ini. Rumah ini dulunya adalah milik orang Belanda yang merupakan pegawai perusahaan kereta api. Keluarga Bung Karno menempati rumah ini mulai tahun 1917-1919.

Bung Karno menghabiskan masa remajanya di rumah yang fasad bangunannya tetap dipertahankan keasliannya hingga kini. Wisatawan yang berkunjung ke sini dapat melihat interior dan furnitur asli, di antaranya lukisan dan foto Bung Karno, kasur, lemari, tempat duduk, radio, sepeda jengki hingga mobil.

Lokasi: Jl. Sultan Agung No.59, Sananwetan, Kec. Sananwetan, Kota BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 05.00-17.00 WIB

Monumen PETA didirikan untuk mengenang jasa pahlawan nasional Supriyadi yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Supriyadi atau kerap disebut Sudanco Supriyadi merupakan pemipin pemberontakan pasukan pembela Tanah Air (PETA) Blitar melawan tentara Jepang pada tahun 1945. Di tempat berdirinya monumen ini, tepatnya pada 14 Februari 1945 perlawanan PETA terhadap Jepang pertama kali.

Selain Sudanco Supriyadi ada enam tokoh lain yang diabadikan dalam monumen PETA yaitu Chudancho dr Soeryo Ismail, Shodancho Soeparjono, Budancho Soedarmo, Shodancho Moeradi, Budancho Halir Mangkoe Dijaya, dan Budancho Soenanto.

Lokasi: Jl. Sudanco Supriyadi, Bendogerit, Kec. Sananwetan, Kota Blitar

Bila melihat wajah Alun-Alun Blitar yang sekarang, tentu tidak ada yang mengira bahwa dulunya tempat ini pernah dijadikan sebagai lokasi tradisi Rampogan Macan. Rampogan Macan adalah tradisi yang dilakukan untuk menombak macan atau harimau yang dilakukan oleh manusia secara bersama-sama. Saat tradisi itu berlangsung, Alun-Alun dikelilingi lautan manusia yang membawa tombak sementara di tengahnya terdapat macan atau harimau untuk dibunuh.

Tradisi itu berlangsung hingga tahun 1905 yang kemudian dilarang oleh Pemerintah Belanda karena menyebabkan populasi harimau Jawa di ambang kepunahan. Saat ini fisik Alun-Alun Blitar telah berubah dan sisa-sisa keganasan tersebut tidak tampak. Alun-Alun Blitar kini menjadi ruang terbuka hijau yang menjadi pusat kegiatan masyarakat.

Lokasi: Jl. Merdeka, Kepanjen Lor, Kec. Kepanjenkidul, Kota Blitar

Selain sejarah yang berkaitan dengan kemerdekaan RI, wisatawan yang berkunjung ke Blitar dapat melihat peninggalan pada masa kerajaan yaitu Candi Penataran. Candi Penataran merupakan candi bercorak Hindu Siwa terluas di Jawa Timur, yang diperkirakan dibangun pada tahun 1200 Masehi pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri.

Kompleks Candi Penataran terdiri dari beberapa bangunan maupun candi di antaranya Candi Brawijaya, Candi Naga, candi induk atau candi utama, hingga petirtaan. Terdapat juga arca Dwarapala, arca Mahakala, dan Prasasti Palah serta relief yang terukir di dinding candi dengan berbagai cerita. Tidak ada biaya masuk yang dikenakan alias gratis untuk masyarakat yang akan berkunjung ke Candi Penataran.

Lokasi: Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 07.00-17.00 WIB.

Situs Umpak Balekambang

Peninggalan sejarah Situs Umpak Balekambang terdiri atas jajaran umpak atau alas penyangga tiang rumah yang terbuat dari batu. Di situs ini terdapat 36 buah umpak yang dulunya diperkirakan sebagai alas pendopo yang digunakan untuk tempat bersemedi dan istirahat raja-raja sejak zaman kerajaan Kediri hingga zaman Majapahit di era Hayam Wuruk. Diperkirakan situs umpak Balekambang ini sudah ada sejak tahun 1272 Masehi yang tertulis di salah satu umpak.

Lokasi: Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten BlitarWaktu operasional: Senin-Minggu 07.00-17.00 WIB.

Sungguh sangat beragam kan kekayaan sejarah Indonesia yang dapat dijumpai di Blitar? Mulai dari candi yang diperkirakan usianya ratusan tahun hingga makam proklamator Indonesia. Jadi makin cinta dan bangga sama Tanah Air!

Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Makan Gudeg di Blitar

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Candi Penataran, terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, adalah salah satu candi terluas dan termegah di Jawa Timur. Candi ini dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, sekitar abad 12-15 Masehi, dan menjadi saksi bisu kejayaan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Penataran seringkali dianggap sebagai pusat keagamaan dan budaya, di mana banyak upacara ritual dan pemujaan terhadap dewa-dewa Hindu.

Candi Penataran terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar 1200 Masehi, dan digunakan berlanjut pada masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar 1415 yang tersimpan pada prasasti di bagian candi.

Sejarah Candi Penataran

Candi Penataran pertama kali ditemukan para arkeolog pada abad ke-19, dan sejak saat itu menjadi fokus penelitian sejarah dan arkeologi. Dilansir dari jurnal berjudul Menyelami Budaya Membaca Sejarah yang ditulis Muhammad Risalul Amin dan Hendra Afiyanto, kompleks Candi Penataran dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, dimulai pada pemerintahan Raja Jayanagara (1309-1328).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah Jayanagara, pembangunan dilanjutkan Ratu Tribhuwanotunggadewī (1328-1350), dan pada masa kejayaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk (1350-1389), pembangunan kompleks masih berlangsung. Kompleks ini akhirnya selesai dibangun pada masa Ratu Suhita (1400-1477). Beberapa artefak seperti Dwarapala dan Candi Angka menunjukkan angka tahun, yang berkaitan dengan masa pemerintahan tersebut, seperti Dwarapala berangka tahun 1242 Śaka (1320 M) dan Candi Angka tahun 1291 Śaka (1369 M).

Pembangunan kompleks Candi Penataran terhubung dengan empat masa pemerintahan, Raja Jayanagara, Ratu Tribhuwanotunggadewī, Raja Hayam Wuruk, dan Ratu Suhita. Namun, tidak ditemukan angka tahun yang mencatat pembangunan pada masa Raja Wikramawarddhana (1389-1400). Hal ini disebabkan krisis internal dan eksternal yang melanda Majapahit, termasuk perang saudara antara Wikramawarddhana dan Wirabhumi dari Blambangan.

Kemenangan Wikramawarddhana dalam perang saudara tersebut tidak mengembalikan kejayaan Majapahit. Intrik dalam keluarga kerajaan terus berlanjut, yang menghambat konsentrasi pada bidang seni dan pembangunan. Selain itu, wabah kelaparan juga melanda Majapahit pada masa itu, menambah kesulitan yang dihadapi kerajaan.